MERANGKUM DIMENSI SOSIAL KEAGAMAAN
DALAM FIKSI INDONESIA MODERN
BAB
I
SASTRA DAN SOSIALISASI NILAI
A. Perkembangan
baru dunia sastra Indonesia
Karya
sastra dengan berbagai genrenya adalah anak zamannya, yang melukiskan corak,
cita-cita, aspirasi, dan perilaku masyarakatnya, sesuai dengan hakikat dan
eksistensi karya sastra yang merupakan interpretasi atas kehidupan. Novel
merupakan pengolahan masalah-masalah sosial kemasyarakatan oleh kaum terpelajar
Indonesia sejak tahun 1990-an dan yang sangat digemari oleh sastrawan.
B. Sastra
sebagai media pengembangan budaya nasional
Karya
sastra merupakan salah satu alternatif dalam rangka pembangunan kepribadian dan
budaya masyarakat yang berkaitan erat dengan latar belakang struktural sebuah masyarakat.
Mengkaji karya sastra akan membantu kita menangkap makna yang terkandung di
dalam pengalaman-pengalaman pengarang yang disampaikan melalui para tokoh
imajinatifnya. Kemampuan untuk memproyeksikan daya imajinasi kita ke dalam
pengalaman orang lain memupuk kesadaran kita akan adanya persamaan dalam
pengalaman dan aspirasi manusia.
C. Keluarga
permana sebagai novel fenomenal
Novel
Keluarga Permana (KP) karya Ramadhan K.H merupakan salah satu novel yang
fenomenal sekaligus kontroversial. KP merupakan karya sastra yang menampilkan
kehidupan keagamaan yang luas, yang penting bagi umat beragama apa pun,
meskipun Ramadhan adalah muslim taat. KP pernah didiskusikan di Taman Ismail
Marzuki Jakarta dan mendapat pujian dan tanggapan dari banyak kritikus. Masalah
kehidupan beragama khususnya kerukunan antar umat beragama memang merupakan
masalah yang cukup krusial. Jiwa keagamaan seseorang pada umunya tidaklah lahir
dari kesadaran objektif atas dasar pilihan dalam arti polos. Perpindahan agama
seseorang dari satu agama keagama lain, dapat menyinggung perasaan keagamaan
kelompok dan lingkungannya.
D. Objek
kajian
Kajian
merupakan suatu proses penajaman tentang masalah-masalah yang berhubungan
dengan sistem sastra. Objek kajian yang akan dianalisis dalam kajian ini
adalah: (1) Wujud bangunan struktur novel Keluarga
Permana Karya Ramaghan K.H; (2) Makna dimensi sosial keagamaan dalam novel Keluarga Permana karya Ramadhan K.H.
E. Kajian
teoritis
Hakikat
karya sastra yang paling mendasar adalah tindak komunikasi, sehingga aspek
komunikasi memegang peran penting. Pokok permasalahan dalam kajian ini adalah
makna dimensi sosial keagamaan dalam KP, yang diangkat dari tema yang merupakan
salah satu unsur karya.
1.
Novel Indonesia Mutakhir
Novel
Indonesia didukung beberapa faktor, yakni: adanya maecenas sastra berhubungan dengan makin stabilnya keadaan ekonomi
Indonesia, kebebasan mencipta sastra (bersastra) yang relatif terselenggara
sejak tahun 1967, dukungan pers yang menyediakan rubrik sastra dan budaya dalam
majalah dan surat kabar, dan berkembangnya konsumen sastra terutama dikalangan
muda.
2.
Novel: Struktur dan Unsur-unsurnya
Novel
merupakan salah satu genre sastra di samping cerita penek, puisi, dan drama.
Novel menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan
sesama dan lingkungannya, juga interaksinya dengan diri sediri dan Tuhan.
Hakikat sastra adalah a performance in
words ‘pertunjukan dalam kata’, sedangkan fungsi sastra yakni dulce et utie,’menyenangkan dan berguna’
seperti rumusan estetika Yunani. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang secara
langsung turut membangun karya sastra itu, yang secara faktual terdapat di
dalam karya sastra, seperti tema, alur, latar, tokoh, sudut pandang, dan gaya
bahasa. Unsur ekstrisik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra
itu, tetapi secara tidak langsung turut mempengaruhi bangunan karya sastra itu.
3.
Teori Strukturalisme
Strukturalisme
adalah semua doktrin atau metode yang dengan suatu tahap abstraksi tertentu
menganggap objek studinya bukan hanya sekedar sekumpulan unsur yang
terpisah-pisah, melainkan suatu gabungan unsur-unsur yang berhubungan satu sama
lain. Struktur sebagai jalinan unsur yang membentuk kesatuan dan keseluruhan
dilandasi oleh gagasan kebulatan, gagasan transformasi, dan gagasan pengaturan
diri.
4.
Teori semiotik
Pendekatan
semiotik yang dimaksud di sini berpijak pada pandangan bahwa karya sastra
sebagai karya seni, merupakan suatu sistem tanda yang terjalin secara bulat dan
utuh. Semiotik merupakan suatu disiplin ilmu yang meneliti semua bentuk
komunikasi antar makna yang didasarkan pada sistem tanda. Dasar pemahaman
terhadap karya sastra sebagai gejala semiotik adalah pandangan bahwa karya
sastra merupakan fenomena dialektik antara teks dan pembaca.
5.
Teori interteks
Teori
interteks memandang setiap teks sastra perlu dibaca dengan latar belakang
teks-teks lain, dalam arti bahwa penciptaan dan pembacaan sastra tidak dapat
dilakukan tanpa adanya teks-teks lain sebagai acuan. Intertekstualitas adalah
himpunan pengetahuan yang memungkinkan teks bermakna; makna suatu teks
bergantung kepada teks-teks lain yang diserap dan ditransformasinya.
6.
Kode bahasa, sastra, dan budaya
Kode
pertama yang berlaku bagi tiap teks sastra adalah kode bahasa yang dipakai
sebagai media karya sastra. Kode sastra, novel memiliki konvensi sastra, bukan
sebagai sistem yang beku dan ketat, melainkan sistem yang luwes dan penuh
dinamika. Kode sastra tidak dapat dilepaskan dari kode budaya.
BAB
II
RAMADHAN
K.H. DAN LATAR SOSIAL BUDAYANYA
A. Ramadhan
K.H., Sastrawan dan Kesadaran Sosial
Sastra
yang besar selalu merupakan suatu tindakan historis, karena mengekspresikan
suatu imaji yang global mengenai manusia dan alam semesta. Keluarga Permana (KP) dapat dikatakan sebagai karya sastra yang
mengandung permasalahan keagamaan yang problematis, yang tidak saja dapat
berbicara dan dipahami oleh pembaca yang seagama dengan pengarangnya. Ramadhan
pada mulanya suka melukis. Dengan dorongan dan bantuan kakaknya, sastrawan Aoh
Karta Hadimaja, mulailah ia menulis karya sastra. Bagi Ramadhan (yang menunaikan
ibadah haji pada tahun 1994 bersama-sama dengan sastrawan budayawan Umar Kayam
dan A.A. Navis, pen.), keadaan sekeliling merupakan sumur tempat ia menimba
pengalaman dan pengetahuan. Keinginan dan hasratnya untuk mengenal lebih dekat
kehidupan dan kebudayaan negara-negara eropa telah mendorongnya untuk bermukim
di negeri itu. Melihat karya-karyanya, baik yang berupa puisi maupun novelnya,
dapat diketahui bahwa Ramadhan adalah putra Indonesia yang mempunyai jiwa
patriotisme dalam arti luas. Hubungan sastra dengan masyarakat seperti terlihat
dalam karya-karya Ramadhan itu menunjukkan bahwa hubungan antara sastra dan
masyarakat bersifat kompleks dan menunjukkan kualitas-kualitas dalam hubungan
itu. Salah satu pencerminan sastra terhadap apa yang hidup dalam masyarakat
adalah sastra kritik. Pengarang, sastra, dan masyarakat mempunyai hubungan yang
erat, karena pengarang adalah anggota masyarakat dan sastra sendiri adalah
lembaga sosial.
B. Latar
Sosial Budaya Ramadhan K.H.
Sebagai
karya sastra, KP merupakan dokumen sosial budaya yang lahir dari tangan
Ramadhan sebagai tanggapan atas kehidupan masyarakat lingkungannya. Kehadiran
KP sebagai karya sastra yang mengemukakan permasalahan keagamaan tidak terlepas
dari struktur sosial masyarakat sunda khususnya dan Indonesia pada umumnya.
Dalam lingkungan budaya, kehadiran KP sebagai karya sastra dapat dipandang
sebagai fakta dinamika Ramadhan sebagai kreator budaya. Sosio-budaya masyarakat
sunda dapat dilihat dalam pandangan-pandangan hidupnya yang terlukis dalam
hasil dan aktivitas budayanya terutama di dalam karya sastra dan upacara
tradisi, serta sikap hidup sehari-hari masyarakatnya. Pada prosa, corak
keagamaan tampak dalam roman-roman sunda karya Mohammad Ambri yang banyak
melukiskan kehidupan masyarakat pedesaan dan pesantren yang sarat dengan nafas
keagamaan. Bahasa sunda sebagai salah satu unsur budaya yang digunakan sebagai
media komunikasi dalam hidup bermasyarakat sunda ternyata tidak dapat
dilepaskan dari pengaruh kebudayaan jawa yang dibawa oleh tentara kerajaan
mataram di bawah sultan agung ketika menduduki kerajaan-kerajaan sunda pada
abad ke-17. Hubungan yang erat antara masyarakat sunda dengan masyarakat
jawa dalam sejarahnya telah berusia
ratusan tahun karena keduanya berada dalam satu pulau jawa. Corak keagamaan
masyarakat sunda juga dudukung oleh relitas budaya banyaknya pondok pesantren
dan pusat-pusat aktivitas Islam yang bertebaran di berbagai tempat. Berdasarkan
uraian mengenai latar sosial budaya masyarakat sunda di atas dapat dikemukakan,
bahwa kehidupan masyarakat sunda bernafaskan agama (Islam).
BAB
III
WUJUD
BANGUNAN NOVEL KELUARGA PERMANA
A. Struktur
Naratif
Struktur
naratif menurut: Camamah-Soeratno merupakan perwujudan bentuk penyajian
sestuatu atau beberapa peristiwa, sedangkan naratif dapat diartikan sebagai
rangkaian peristiwa yang menjadi pokok pembicaraan dalam wacana dalam berbagai
relasi yang mengaitkan peristiwa. Tujuan analisis struktur naratif adalah untuk
memperoleh susunan teks baik susunan wacana maupun susunan cerita. Untuk
memperoleh satuan isi cerita, analisis dapat dimulai dengan membagi teks ke
dalam satuan-satuan makna yang membentuk satu sekuen atau rangkaian. Sekuen
haruslah terpusat pada satu titik perhatian yang diamati merupakan objek yang
tunggal dan yang sama. Sekuen harus mengurung suatu kurun waktu dan ruang yang
koheren: sesuatu terjadi pada suatu tempat atau waktu tertentu.
1.
Urutan tekstual
Teks
KP terdiri atas 24 bab, dan tiap bab tidak diberi judul. Urutan tekstual ini
menunjukkan pemilihan teks dalam sekuen yang ditandai dengan angka arab. Secara
tekstual KP terdiri atas 24 bab. Namun setelah dilakukan analisis sekuen
berdasarkan unit naratif, dapat diperoleh sekuen wacana yang lain. Berdasarkan
urutan sekuen urutan wacana KP secara garis besar terbagi dalam dua kategori
latar waku, yakni masa kini dan masa lalu. Melaui analisis penentuan sekuen,
antara cerita masa kini dengan masa lalu tidak diberi ciri khusus atau judul
tertentu.
2.
Urutan kronologis
Urutan
kronologis diperoleh setelah ditentukan sekuen. Serangkaian sekuen itu
menunjukkan bahwa urutan wacana mendukung penentuan urutan kronologis, keduanya
sangat berkaitan erat. Dalam urutan kronologis masa lalu bahwa struktur KP itu
kompleks, di dalamnya terkandung sekuen-sekuen sebagai urutan tekstual.
Hubungan sekuen-sekuen masa kini dengan masa lalu terjadi melalui ingatan,
kenangan akan kesedihan, penyesalan dan sebagainya. Urutan kronologis merupakan
hubungan antar sekuen yang didasarkan pada peristiwa kausalitas atau sebab
akibat.
B. Penokohan
Kehadiran
tokoh dapat dilihat dari berbagai cara yakni cara analitis, cara dramatik, dan
kombinasi keduanya. Tokoh merupakan bagian atau unsur dari suatu keutuhan
artistik yakni karya sastra, yang seharusnya selalu menunjang keutuhan artistik
itu. Berikut akan dipaparkan analisis tokoh-tokoh KP.
1.
Farida (ida)
Ida
disebut tokoh utama bukan semata-mata Ida adalah anak keluarga Permana yang
menjadi judul novel ini, melainkan karena fungsi sentralnya dalam keseluruhan
struktur KP. Secara fisiologis, Ida dilukiskan sebagai mojang Priangan yang
mempunyai kondisi fisik yang menarik dan mempesona. Kehadiran Sumarto
benar-benar membawa perubahan sikap Ida. Jiwa Ida yang gersang akan kasih
sayang akabat situasi rumahnya yang kacau, membuat Ida mudah jatuh cinta kepada
pemuda Sumarto yang membuat Ida untuk pindah agama menjadi Katolik. Sebagai
pelajar SMA, Ida dilukiskan sebagai siswa awam, tidak aktif dalam kegiatan
organisasi intra dan ekstra sekolah. Sekalipun keyakinan Islam Ida jauh dari
mendalam, Ida merasakan perbedaan agamanya dengan Sumarto sebagai sandungan
baginya karena Sumarto menghendaki Ida sebagai katolik.
2.
Sumarto
Dari
namanya, Sumarto telah membayangkan asalnya dari Jawa, tepatnya Yogyakarta. Ia
membuat Ida serasa terlepas dari kungkungan kekejaman di rumahnya. Kehamilan
Ida akibat “kesembronoan” Sumarto mendatangkan serangkaian malapetaka yang
menimpa Ida dan keluarganya. Sumarto adalah mahasiswa sebuah perguruan tinggi
yang kuliah sambil bekerja. Dia berasal dari kalangan menengah, anak seorang
administratur perkebunan berasal dari Yogyakarta. Agama Katolik yang ditanamkan
orang tuanya tertancap kuat. Bahkan sejak kecil dia akrab dengan pastor
Murdiono. Sikap tegas Sumarto dalam masalah agama ini berperan untuk
mengukuhkannya sebagai pihak yang menang dalam hal perpindahan agama itu.
3.
Permana
Permana
kecewa berat ketika dia diberhentikan dari pekerjaannya karena tuduhan korupsi.
Menganggur membuat permana manjadi pecemburu di samping kejam. Perasaan rendah
diri membuatnya merasa terhina. Permana tidak lagi bertindak kejam terhadap Ida
yang sudah menderita, melainkan mancari jalan untuk menggugurkan kandungan Ida
guna menjaga nama baik keluarga. Sikap permana ini tidak lepas dari kesadaran
dan perasaan bersalahnya kepada Ida pada masa lalu. Semula Permana dilukiskan
mempunyai sikap tegas dalam hal prinsip agama dan moral, meskipun imannya tidak
dalam. Setelah Ida meninggal, permana akhirnya menyesali perbuatannya dan
menyadari kesalahannya selama ini.
4.
Saleha (Eha)
Melihat
kedudukannya sebagai istri Permana, dapat diduga bahwa Saleha hampir sebaya
dengan Permana yakni mendekati setengah baya. Eha wanita yang amat sayang
kepada anaknya, Ida, sekaligus bijaksana dalam menghadapi realitas. Eha
sebenarnya tidak rela anaknya dibaptis menjadi katolik, kawin secara Katolik
dan lebih-lebih dikuburkan secara Katolik. Sebagai isri, Eha yang bekerja untuk
menggantikan posisi Permana dalam mencari nafkah berfungsi penting dalam
menyulut konflik.
5.
Mang Ibrahim
Selaras
dengan namanya Ibrahim dia dilukiskan sebagai tokoh tua yang taat beragama,
berpandangan Islam radikal, garis keras, dan tegas dalam prinsip agama. Ibrahim
berpikiran radikal bukan tidak beralasan. Sikapnya dilandasi oleh alasan yang
mendasar. Sikap radikalnya juga tampak ketika ia menghadiri upacara pemakaman
jenazah Ida. Ibrahim tidak mau mengantar jenazah cucunya yang sudah dibaptis ke
kuburan pandu (kristen)
6.
Saifuddin
Saifuddin
adalah tokoh yang lebih muda dari pada Permana atau Saleha. Tokoh yang
pandangan Islamnya luas dan bijaksana ini dilukiskan sebagai orang yang dapat
memahami kondisi yang berkembang dalam masyarakat majemuk.
7.
Pastur Murdiono
Murdiono
merupakan tokoh dari kalangan Katolik. Murdioo dilukiskan memiliki sikap ramah,
lemah lembut dan pandai meneduhkan hati dan pikiran orang serta pandai
menghibur orang yang dalam kesulitan. Murdiono sudah lama dikenal Sumarto,
bahkan ketika masih kecil di Yogyakarta maka dapat diduga bahwa Murdiono
setidak-tidaknya adalah tokoh setengah baya.
C. Latar
1.
Unsur Ruang
Secara
keseluruhan cerita dalam KP terjadi di wiayah Jawa Barat atau Pasundan,
tepatnya di Bandung. Seain itu Yogyakarta digunakan sebagai ilustrasi mengenai
latar belakang masa kecil tokoh tertentu (Sumarto).
2.
Unsur waktu
Latar
waktu dalam KP adalah masa para pegawai masih banyak yang menggunakan pakaian
seragam dengan bahan dril. Secara garis besar ada dua periode waktu dalam KP
yakni masa kini dan masa lalu.
3.
Unsur Sosial
Persoalan
pokok KP adalah dimensi sosial keagamaan khususnya benturan sosial dalam
kehidupan antar umat beragama. Latar belakang kehidupan Permana yang pegawai
kemudian diberhentikan tanpa melalui prosedur hukum yang berlaku, membuat
Permana frustasi. Ida yang sejak kecil mengenyam ajaran Islam, hatinya tidak
iklas ketika dirinya dibaptis oleh pastor Murdiono.
BAB
IV
PEMAHAMAN
MAKNA DIMENSI SOSIAL KEAGAMAAN DALAM NOVEL KELUARGA PERMANA
Dimensi sosial keagamaan merupakan salah satu benang
merah yang tampak menonjol dalam KP. Keagamaan adalah segala sesuatu yang
berkaitan dengan tata keimanan/keyakinan, tata peribadatan kepada Tuhan, dan
kaidah mengenai hubungan manusia dengan sesama manusia dan alam.
A. Dimensi
Sosial Keagamaan dalam Keluarga Permana
KP
merupakan novel yang mengungkapkan realitas sosial, yang merupakan tanggapan
pengarang terhadap lingkungannya. Masalah sosial keagamaan khususnya
perpindahan agama merupakan permasalahan yang tampak dominan dalam KP dengan
latar belakang sosial ekonomi.
1.
Perpindahan agama sebagai sumber konflik
sosial
Gagasan-gagasan
mengenai perpindahan agama itu dalam KP tersebar dalam jainan cerita, dan
tampak dominan mewarnai berbagai peristiwa.
a.
Perkawinan campuran Islam-Katolik
Perkawinan
campuran, di dalam KP antara keluarga Islam dengan Katolik, bahkan mempelai
perempuan (Ida) mengalami perpindahan agama dari Islam ke Katolik dalam
masyarakat Indonesia yang dikenal religius ternyata cenderung menimbulkan
berbagai ketegangan dan konflik sosial. Ketegangan makin menjadi-jadi ketika
pastor Murdiono lewat di depan kelompok masyarakat Islam yang dikomandani Mang
Ibrahim, seorang tokoh Islam yang radikal.
b.
Upacara pembabtisan
Dalam
KP perpindahan agama yang secara formal ditandai dengan upacara pembaptisan di
gereja itu dilakukannya karena adanya tekanan dari calon suaminya. Pembabtisan
Ida juga menimbulkan konflik di dalam keluarga, khususnya ayah dan ibunya.
c.
Upacara pemakan jenazah yang meresahkan
Konflik
sosial sudah mulai timbul sejak di rumah sakit ketika seorang perawat usai
menuntun Ida membaca kalimat syahadat. Tiba-tiba keluarga Surono, termasuk
Sutarmi dan Sumarto yang datang sebagai keluarga Ida melakukan sembahyang dan
mendoa secara Katolik. Nilai yang juga menarik adalah upacara pemakaman jenazah
yang dilaksanakan secara katolik yang berlangsung di tengah keluarga dan
masyarakat Muslim.
2.
Pengembangan agama pada umat beragama
Dalam
KP pengembangan agama pada umat beragama digambarkan dengan adanya tekanan jika
bukan paksaan, melalui perkawinan. KP menyajikan masalah pengembangan agama
terhadap umat beragama dalam suatu jalinan cerita.
3.
Krisis ketakwaan sebagai sumber masalah
sosial
Nilai
yang tak kalah pentingnya dalam KP, adalah krisis ketakwaan sebagai sumber
terjadinya masalah sosial dalam kehidupan masyarakat.
a.
Korupsi dan memperkaya diri
Dalam
KP, tokoh Permana yang menjadi “korban” adanya perbuatan korupsi orang besar
atasannya, korupsi dan masalah sosial lainnya berperan sebagai latar cerita dan
merupakan salah satu bentuk perilaku tokoh yang tidak memegang agama sebagai
pegangan hiidupnya. Korupsi dalam KP dilukiskan bukan semata-mata karena adanya
kekurangan atau kelemahan ekonomi, melainkan sudah menjadi semacam budaya yang
umum.
b.
Penyalahgunaan jabatan
Dalam
KP korupsi digunakan sebagai latar dan pendukung terhadap gagasan lain yakni adanya
penyalahgunaan jabatan ataupun penyelewengan hukum. Kasus yang dialami Permana,
dia yang diberhentikan dari pekerjaannya disebuah pabrik tekstil milik negara
karena ‘dituduh’ korupsi, sebenarnya dapat mengadukan permasalahannya kepada
pajabat yang lebih tinggi strukturnya dari pada atasan langsungnya.
c.
Dekadensi moral remaja dan kawin paksa
versi modern
Dekadensi
moral dan kawin paksa versi modern yang dideskripsikan melalui tokoh Ida dan
Sumarto itu terjadi bukan semata-mata dilihat dalam perspektif sosiologis,
melainkan disoroti juga dari kacamata moral dan agama.
4.
Zina dan aborsi: Fenomena pelanggaran
etika sosial dan agama
Dalam
KP arbosi dilakukan karena adanya hubungan pranikah, meskipun dalam realitas
sosial aborsi sering juga dilakukan oleh wanita bersuami. Aborsi yang dialami
Ida dalam KP dilakukan atas prakarsa ayah ibunya, KP memberikan ilustrasi bahwa
para anak muda zaman sekarang umumnya tidak malu-malu lagi berhubungan seks
pranikah.
5.
Peran agama dalam rumah tangga dan
perilaku anak
Dalam
KP, gagalnya pendidikan agama pada anak dalam keluarga disoroti dengan tajam
lewat Permana dan Saleha (orang tua) dan Ida (anak). Agama, yang seharusnya
ditanamkan orang tua kepada anak sejak masih kecil guna membentuk kepribadian
dan mental anak yang agamis, agar ketaqwaan dalam seluruh gerak hidupnya
tercermin, tidak dilakukan oleh Permana dan Saleha.
6.
Iman sebagai pengendali diri
Apa
yang menimpa Permana tidak lain adalah cobaan hidup yang datang dari Tuhan,
sebab sebenarnya segala macam yang terjadi dalam kehidupan manusia dapat
dipandang sebagai cobaan Tuhan. Permana salah dalam menyikapi cobaan hidup atau
keadaannya, membuat dirinya yang berstatus sebagai kepala keluarga merasa
kehilangan harga diri sehingga perasaan rendah diri timbul dan menderanya.
7. Agama
sebagai pedoman meraih kebahagiaan
Berbagai
peristiwa yang terjadi dalam KP yang dialami oleh para tokoh berkaitan dengan
peran agama sebagai pegangan manusia dalam menempuh kehidupannya. Gugatan
Permana pada dirinya dapat diduga merupakan simbolisasi gugatan Ramadhan
terhadap orang-orang yang tidak menjadikan agama sebagai pedoman hidupnya. Bagi
orang yang beragama kuat, kesukaran dan penderitaan yang dihadapi betapapun
besarnya akan diterimanya dengan sabar dan tabah.
B. Realitas
sosial budaya Indonesia 1960/ 1970-an dan Keluarga
Permana
KP
sebagai produk masyarakat mencerminkan situasi dan cita-cita masyarakat pada
suatu zaman. KP lahir dari tangan Ramadhan sebagai anggota masyarakat atas
desakan-desakan emosional dan rasional masyarakat yang melahirkannya. Salah
satu hal yang konkret sebagai efek modernisasi industrialisasi adalah timbulnya
korupsi. Menurut Huntington ada tiga penyebab modernisasi menyuburkan korupsi
yaitu, modernisasi menawarkan nilai-nilai baru yang lebih rasional ketimbang nilai-nilai
yang berlaku dalam masyarakat tradisional, dengan dibukanya sektor industri
salah satu elemen pokok modernisasi dan ditambah masuknya modal asing, maka
muncullah sumber-sumber kekayaan baru, modernisasi melahirkan korupsi karena
terjadinya perubahan sistem politik, terutama negara yang baru saja merdeka.
Menyadari akan adanya bayang-bayang gaya hidup sekuler yang diakibatkan oleh
modernisasi dengan membanjirnya nilai-nilai baru sehingga nilai tradisional
atau lama mulai tercerabut, maka sejak Repelita I (1968-1973) bangsa Indonesia
bertekad melaksanakan pembangunan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat
secara merata dengan menciptakan keseimbangan, keselarasan dan keharmonisan
antara pembangunan ekonomi dan fisik dengan pembangunan moral spiritual. Dilihat
dari perspektif keagamaan, tokoh-tokoh Permana, Saleha, dan Ida adalah simbol
dari konsep kelompok abangan, yakni orang Islam tetapi tidak taat menjalankan
ajaran agama Islam. Masalah sosial dalam KP terkait erat dengan unsur
keagamaan. Konflik sosial yang timbul dalam kehidupan masyarakat karena adanya
perpindahan agama pada anggota umatnnya. Masalah pergaulan bebas pranikah
(perzinaan) dan aborsi disoroti dengan tajam. Perzinaan dan aborsi tidak hanya
dilihat dari perspektif kesehatan, baik kesegatan fisik maupun psikis,
melainkan yang lebih penting disoroti sebagai fenomena sosial budaya yakni
makin mengendornya nilai-nilai moral dan agama. Berbagai peristiwa yang terjadi
di Indonesia pada akhir periode 1960-an hingga awal 1970-an dan unsur tekstual
yang terlihat dalam KP, tampak menunjukkan adanya kemiripan. Berdasarkan
analisis maka dimensi sosial keagamaan dalam KP yang dipaparkan di atas,
tampaklah bahwa aspek sosial muncul dalam berbagai peristiwa dan tersebar dalam
jalinan cerita, terkait dengan penghayatan keagamaan para tokoh.
BAB V
PENCERAHAN
BATIN: CATATAN AKHIR
Dari analisis
struktur bangunan novel Keluarga Permana
dengan pendekatan strukturalisme dapat disimpulkan bahwa novel Keluarga Permana memiliki unsur-unsur
yang secara fungsional saling mendukung satu dengan lainnya. Dari analisis
makna dengan pendekatan Semiotik dan Interteks dapat disimpulkan bahwa novel Keluarga Permana mengungkapkan dimensi
sosial keagamaan sebagai gagasan utama dalam alur cerita yang kompleks namun
tetap lancar. Dalam peristiwa perpindahan agama, terlihat adanya usaha
pengembangan agama (dakwah) pada umat yang sudah beragama yang tidak dapat
dibenarkan. Dari kajian interteks dapat disimpulkan bahwa makna novel Keluarga Permana sebagai karya
transformasi hanya dapat dipahami secara utuh bila dikaitkan dengan hipogramnya
yakni karya Ramadhan sebelumnya yakni novel Kemelut
Hidup, lalu Pedoman Dasar Kerukunan
Hidup Beragama, teks Al-Qur’an dan Al-Hadits, serta latar sosial budaya
Indonesia pada sekitar paroh kedua dekade 1960-an hingga dekade 1970-an.