Saturday, 10 October 2015

PERUBAHAN SOSIAL
A.      Definisi Perubahan Sosial
Individu yang berada dalam masyarakat selalu mengalami perubahan dari waktu kewakttu mengikuti perkembangan zaman. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan sosial selalu bersifat dinamis.Artinya masyarakat selalu mengalami perubahan yang cepat (Rufikasari, dkk, 2014:4). Dalam perkembangannya, para psikolog memiliki pemahaman yang berbeda-beda mengenai perubahan sosial. Perubahan yang terjadi dimasyarakat tidak selalu dianggap sebagai proses kemajuan (progres), namun dapat pula berarti kemunduran dari bidang-bidang tertentu.
Berikut beberapa definisi perubahan sosial yang dikemukakan oleh para tokoh (Martono dalam Rufikasari, dkk, 2014:5).
1.      Kingsley Davis (1960)
Perubahan sosial adalah proses perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Misalnya, adanya perubahan dalam hubungan antara buruh dengan majikan.
2.      Mac Iver (1961)
Perubahan sosial merupakan perubahan yang terjadi dalam hubungan sosial atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium).
3.      Gillin dan Gillin (1957)
Perubahan sosial dianggap sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan kondisi, geografis, komposisi penduduk, kebudayaan materiil, ideologi maupun karena adanya difusi atau penemuan baru dalam masyarakat.
4.      Samuel Koening
Perubahan sebagai modifikasi-modifkasi yang terjadi dalam pola kehidupan manusia.
5.      Selo Soemardjan (1928)
Perubahan sosial sebagai perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
     Rufikasari, dkk (2014:7) mengemukakan berdasarkan definisi perubahan sosial yang telah diuraikan oleh beberapa tokoh diatas, dapatkah kamu mengambil kesimpulan? Secara umum, perubahan sosial adalah suatu proses dimana terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem sosial. Unsur-unsur yang mengalami perubahan dalam masyarakat, biasanya mengenai nilai-nilai sosial, pola perilaku organisasi, stratifikasi sosial, kebiasaan, dan lain sebagainya.

B.       Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Sosial
1.      Faktor penyebab perubahan sosial
Pada dasarnya, perubahan sosial terjadi karena anggota masyarakat pada waktu tertentu merasa tidak puas dengan kehidupan yang lama. Menurut Selo Somardjan dan Soelaeman Soemardi dalam Rufikasari, dkk (2014:10) menyebutkan bahwa ada dua faktor penyebab terjadinya perubahan sosial di masyarakat sebagai berikut.
a.       Perubahan yang terjadi dari dalam masyarakat
1)      Berkembangnya ilmu pengetahuan
Berkembangnya pengetahuan menjadikan manusia semakin memiliki pengetahuan yang luas dan menghasilkan teknologi canggih. Selain itu, adanya pengetahuan mendorong manusia untuk mencari penemuan baru yang dapat membantu aktivitas manusia dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari.
2)      Jumlah penduduk
Selain ilmu pengetahuan, jumlah penduduk yang setiap tahub selalu meningkat juga menjadi faktor penyebab terjadinya perubahan sosial. Dengan bertambahnya jumlah penduduk disuatu daerah maka dapat mengakibatkan perubahan dalam struktur masyarakat, terutama mengenai lembaga kemasyarakatan.
3)      Pertentangan dan pemberontakan
Dalam masyarakat pasti pernah terjadi konflik, baik secara individu maupun kelompok. Konflik sosial dapat terjadi karena adanya perbadaan kepentingan atau adanya ketimpangan sosial. Konflik yang terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung dapat menghasilkan sebuah perubahan sosial, misalnya pergantian penguasa, adanya kesepakatan baru, maupun akomodasi dari pihak-pihak yang berkonflik.
b.      Perubahan yang terjadi dari luar masyarakat
1)      Pengaruh kebudayaan masyarakat lain
Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai macam budaya dengan karakteristik yang berbeda-beda. Pertemuan dua budaya yang berbeda dapat ditanggapi dengan berbagai macam reaksi, seperti:
a)      Demonstration effect (pengaruh kebudayaan dapat diterima tanpa adanya paksaan.
b)      Cultural animosity (saling menolak adanya pertemuan budaya
2)      Peperangan
Peristiwa peperangan yang terjadi, baik perang saudara maupun perang antar negara dapat menimbulkan perubahan sosial. Perubahan sosial yang terjadi terdapat dalam sistem birokrasi, dimana pihak yang menang biasanya akan memaksa pihak yang kalah untuk melakukan ideologinya.
3)      Terjadinya bencana alam (kerusakan kondisi lingkungan fisik)
Kerusakan yang terjadi pada alam biasanya dikarenakan oleh tindakan manusia itu sendiri. Hal ini mendorong manusia untuk pindah dan mencari tempat yang baru. Kemudian, mereka membangun pemukiman dan lembaga-lembaga sosial yang baru.
2.      Faktor pendorong perubahan sosial
Menurut Soekanto dalam Rufikasari, dkk (2014:13), faktor-faktor pendorong perubahan sosial adalah sebagai berikut.
a.       Kontak dengan kebudayaan lain.
Adanya pertemuan antar individu dari satu masyarakat dengan individu dari masyarakat lain dapat menyebabkan terjadinya difusi. Difusi merupakan proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu kepada individu lain dari satu masyarakat ke masyarakat lain. Dalam meakukan interaksi dengan individu dari masyarakat lain pasti memerlukan kontak sosial. Tanpa adanya kontak sosial, tidak mungkin proses difusi tersebut dapat berlangsung.
b.      Sikap saling menghargai hasil karya orang lain dan adanya keinginan untuk maju
Manusia adalah makluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan orang lain. Oleh karena itu, kita sebagai anggota masyarakat harus saling menghormati orang lain, salah satunya dengan menghargai karya orang lain. Apabila sikap tersebut dapat melembaga dalam masyarakat, maka dapat mendorong masyarakat untuk melakukan perubahan.
c.       Sistem pendidikan yang maju
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mengukur tingkat kemajuan suatu masyarakat. Pendidikan mengajarkan manusia untuk dapat berpikir secara objektif. Artinya, manusia memiliki kemampuan untuk menilai apakah kebudayaan dimasyarakat dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan sesuai perkembangan zaman.

Daftar pustaka:

Rufikasari, Lia Candra dan Slamet Subiyantoro. 2014. Sosiologi Peminatan Ilmu-ilmu sosial. Surakarta: Mediatama

Friday, 9 October 2015

Hakikat Kalimat Dasar dan Kalimat Transformasi

A. TATABAHASA TRANSFORMASIONAL
         Uraian mengenai kalimat dasar dan kalimat transformasi didasari oleh paradigma transformasi. paradigma transformasi adalah paradigma yang dianut oleh para pengikut Noam Chomsky yang kemudian disebut pengikut tatabahasa transformasional atau aliran transformasional.
         Tatabahasa transformasional atau aliran transformasional adalah salah satu dari beberapa aliran atau paradigma dalam ilmu bahasa (linguistik). Sebagaimana aliran-aliran lainnya, tatabahasa ransformasional ini memiliki tokoh atau pelopor, memiliki sejarah perkembangan, dan memiliki pandangan yang berbeda terhadap analisis bahasa.
          Tatabahasa atau aliran transformasional dipelopori oleh Noam Chomsky dengan terbitnya buku Syntactic Structures. Penelitian yang dilakukan oleh Chomsky merupakan penelitian yang baru dalam bidang bahasa. Chomsky hanya tertarik untuk memberikan bentuk tatabahasa atau sifat-sifat struktur bahasa dan meneliti akibat penerimaan suatu model tertentu bagi struktur bahasa.
          Tradisi penelitian bahasa yang sebelumnya menggunakan metode yang bersifat deskriptif digoncang oleh Chomsky dengan metode yang bersifat mentalis-deduktif-generatif. Tatabahasa mengikuti model formal matematis, yakni input-proses-output. Asumsinya dengan tatabahasa formal dapat diprediksi dengan output yang akan dihasilkan bila proses atau transformasi diketahui (Adiwoso-Soeprapto dalam Markhamah, dkk, 2012:12).

B. Pokok-pokok Teori Transformasional
          Pokok-pokok teori transformasi dikemukakan dalam bukunya Syntactic Structures (1957) itu. Pokok-pokok teori itu dikutip oleh Samsuri dalam (Markhamah, dkk, 2012:13) berikut ini.
1. Sintaksis ialah studi tentang prinsip-prinsip dan proses-proses yang dipakai untuk menyusun kalimat-kalimat suatu bahasa tertentu.
2. Tujuan penyelidikan sintaktik suatu bahasa ialah pembentukan suatu tatabahasa yang dapat dianggap sebagai suatu piranti untuk menghasilkan kalimat-kalimat yang dianalisis.
3. Ahli-ahli bahasa mengurusi masalah-masalah yang menentukan sifat-sifat dasar yang melandasi tatabahasa yang berhasil.
4. Hasil akhir penyelidikan-penyelidikan sintaktik mestinya berupa suatu teori struktur bahasa piranti-piranti pemberiannya disajikan dan dipelajari secara abstrak tanpa merujuk kebahasa tertentu.
5. Fungsi teori (struktur bahasa) adalah menyediakan suatu metode umum untuk memilih tatabahasa yang bersangkutan.
6. Gagasan sentral teori linguistik adalah tingkat linguistik. Tingkat linguistik (hierarki linguistik secara esensial terdiri atas fonemik, morfologi, dan struktur frase merupakan seperangkat piranti pemerian untuk menyajikan ujaran-ujaran.
C. Kalimat Dasar
      Kalimat dasar adalah kalimat yang belum mengalami perubahan. Dalam paradigma transformasi kalimat inti/dasar merupakan pijakan kalimat luas dan kompleks. Karakteristik kalimat dasar:
1. Subjek berada pada awal kalimat.
2. Unsur-unsur kalimat terdiri atas unsur inti.
3. Kalimat berupa pernyataan/positif.
4. Intonasinya intonasi berita.
5. Struktur kaimat terdiri atas susun biasa. 
     Menurut Samsuri dalam Markhamah (2012:20) pola kalimat dasar ada lima macam yaitu;
1. Pola I: FN 1 + FN 2.
2. Pola II: FN + FV.
3. Pola III: FN + FA.
4. Pola IV: FN + F. Num.
5. Pola V: FN + FP

MERANGKUM DIMENSI SOSIAL KEAGAMAAN DALAM FIKSI INDONESIA MODERN

MERANGKUM DIMENSI SOSIAL KEAGAMAAN DALAM FIKSI INDONESIA MODERN

BAB I
SASTRA DAN SOSIALISASI NILAI
A.      Perkembangan baru dunia sastra Indonesia
Karya sastra dengan berbagai genrenya adalah anak zamannya, yang melukiskan corak, cita-cita, aspirasi, dan perilaku masyarakatnya, sesuai dengan hakikat dan eksistensi karya sastra yang merupakan interpretasi atas kehidupan. Novel merupakan pengolahan masalah-masalah sosial kemasyarakatan oleh kaum terpelajar Indonesia sejak tahun 1990-an dan yang sangat digemari oleh sastrawan.
B.       Sastra sebagai media pengembangan budaya nasional
Karya sastra merupakan salah satu alternatif dalam rangka pembangunan kepribadian dan budaya masyarakat yang berkaitan erat dengan latar belakang struktural sebuah masyarakat. Mengkaji karya sastra akan membantu kita menangkap makna yang terkandung di dalam pengalaman-pengalaman pengarang yang disampaikan melalui para tokoh imajinatifnya. Kemampuan untuk memproyeksikan daya imajinasi kita ke dalam pengalaman orang lain memupuk kesadaran kita akan adanya persamaan dalam pengalaman dan aspirasi manusia.
C.       Keluarga permana sebagai novel fenomenal
Novel Keluarga Permana (KP) karya Ramadhan K.H merupakan salah satu novel yang fenomenal sekaligus kontroversial. KP merupakan karya sastra yang menampilkan kehidupan keagamaan yang luas, yang penting bagi umat beragama apa pun, meskipun Ramadhan adalah muslim taat. KP pernah didiskusikan di Taman Ismail Marzuki Jakarta dan mendapat pujian dan tanggapan dari banyak kritikus. Masalah kehidupan beragama khususnya kerukunan antar umat beragama memang merupakan masalah yang cukup krusial. Jiwa keagamaan seseorang pada umunya tidaklah lahir dari kesadaran objektif atas dasar pilihan dalam arti polos. Perpindahan agama seseorang dari satu agama keagama lain, dapat menyinggung perasaan keagamaan kelompok dan lingkungannya.
D.      Objek kajian
Kajian merupakan suatu proses penajaman tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan sistem sastra. Objek kajian yang akan dianalisis dalam kajian ini adalah: (1) Wujud bangunan struktur novel Keluarga Permana Karya Ramaghan K.H; (2) Makna dimensi sosial keagamaan dalam novel Keluarga Permana karya Ramadhan K.H.
E.       Kajian teoritis
Hakikat karya sastra yang paling mendasar adalah tindak komunikasi, sehingga aspek komunikasi memegang peran penting. Pokok permasalahan dalam kajian ini adalah makna dimensi sosial keagamaan dalam KP, yang diangkat dari tema yang merupakan salah satu unsur karya.
1.         Novel Indonesia Mutakhir
Novel Indonesia didukung beberapa faktor, yakni: adanya maecenas sastra berhubungan dengan makin stabilnya keadaan ekonomi Indonesia, kebebasan mencipta sastra (bersastra) yang relatif terselenggara sejak tahun 1967, dukungan pers yang menyediakan rubrik sastra dan budaya dalam majalah dan surat kabar, dan berkembangnya konsumen sastra terutama dikalangan muda.
2.         Novel: Struktur dan Unsur-unsurnya
Novel merupakan salah satu genre sastra di samping cerita penek, puisi, dan drama. Novel menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan sesama dan lingkungannya, juga interaksinya dengan diri sediri dan Tuhan. Hakikat sastra adalah a performance in words ‘pertunjukan dalam kata’, sedangkan fungsi sastra yakni dulce et utie,’menyenangkan dan berguna’ seperti rumusan estetika Yunani. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang secara langsung turut membangun karya sastra itu, yang secara faktual terdapat di dalam karya sastra, seperti tema, alur, latar, tokoh, sudut pandang, dan gaya bahasa. Unsur ekstrisik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung turut mempengaruhi bangunan karya sastra itu.
3.         Teori Strukturalisme
Strukturalisme adalah semua doktrin atau metode yang dengan suatu tahap abstraksi tertentu menganggap objek studinya bukan hanya sekedar sekumpulan unsur yang terpisah-pisah, melainkan suatu gabungan unsur-unsur yang berhubungan satu sama lain. Struktur sebagai jalinan unsur yang membentuk kesatuan dan keseluruhan dilandasi oleh gagasan kebulatan, gagasan transformasi, dan gagasan pengaturan diri.
4.         Teori semiotik
Pendekatan semiotik yang dimaksud di sini berpijak pada pandangan bahwa karya sastra sebagai karya seni, merupakan suatu sistem tanda yang terjalin secara bulat dan utuh. Semiotik merupakan suatu disiplin ilmu yang meneliti semua bentuk komunikasi antar makna yang didasarkan pada sistem tanda. Dasar pemahaman terhadap karya sastra sebagai gejala semiotik adalah pandangan bahwa karya sastra merupakan fenomena dialektik antara teks dan pembaca.
5.         Teori interteks
Teori interteks memandang setiap teks sastra perlu dibaca dengan latar belakang teks-teks lain, dalam arti bahwa penciptaan dan pembacaan sastra tidak dapat dilakukan tanpa adanya teks-teks lain sebagai acuan. Intertekstualitas adalah himpunan pengetahuan yang memungkinkan teks bermakna; makna suatu teks bergantung kepada teks-teks lain yang diserap dan ditransformasinya.
6.         Kode bahasa, sastra, dan budaya
Kode pertama yang berlaku bagi tiap teks sastra adalah kode bahasa yang dipakai sebagai media karya sastra. Kode sastra, novel memiliki konvensi sastra, bukan sebagai sistem yang beku dan ketat, melainkan sistem yang luwes dan penuh dinamika. Kode sastra tidak dapat dilepaskan dari kode budaya.



BAB II
RAMADHAN K.H. DAN LATAR SOSIAL BUDAYANYA

A.      Ramadhan K.H., Sastrawan dan Kesadaran Sosial
Sastra yang besar selalu merupakan suatu tindakan historis, karena mengekspresikan suatu imaji yang global mengenai manusia dan alam semesta. Keluarga Permana (KP) dapat dikatakan sebagai karya sastra yang mengandung permasalahan keagamaan yang problematis, yang tidak saja dapat berbicara dan dipahami oleh pembaca yang seagama dengan pengarangnya. Ramadhan pada mulanya suka melukis. Dengan dorongan dan bantuan kakaknya, sastrawan Aoh Karta Hadimaja, mulailah ia menulis karya sastra. Bagi Ramadhan (yang menunaikan ibadah haji pada tahun 1994 bersama-sama dengan sastrawan budayawan Umar Kayam dan A.A. Navis, pen.), keadaan sekeliling merupakan sumur tempat ia menimba pengalaman dan pengetahuan. Keinginan dan hasratnya untuk mengenal lebih dekat kehidupan dan kebudayaan negara-negara eropa telah mendorongnya untuk bermukim di negeri itu. Melihat karya-karyanya, baik yang berupa puisi maupun novelnya, dapat diketahui bahwa Ramadhan adalah putra Indonesia yang mempunyai jiwa patriotisme dalam arti luas. Hubungan sastra dengan masyarakat seperti terlihat dalam karya-karya Ramadhan itu menunjukkan bahwa hubungan antara sastra dan masyarakat bersifat kompleks dan menunjukkan kualitas-kualitas dalam hubungan itu. Salah satu pencerminan sastra terhadap apa yang hidup dalam masyarakat adalah sastra kritik. Pengarang, sastra, dan masyarakat mempunyai hubungan yang erat, karena pengarang adalah anggota masyarakat dan sastra sendiri adalah lembaga sosial.
B.       Latar Sosial Budaya Ramadhan K.H.
Sebagai karya sastra, KP merupakan dokumen sosial budaya yang lahir dari tangan Ramadhan sebagai tanggapan atas kehidupan masyarakat lingkungannya. Kehadiran KP sebagai karya sastra yang mengemukakan permasalahan keagamaan tidak terlepas dari struktur sosial masyarakat sunda khususnya dan Indonesia pada umumnya. Dalam lingkungan budaya, kehadiran KP sebagai karya sastra dapat dipandang sebagai fakta dinamika Ramadhan sebagai kreator budaya. Sosio-budaya masyarakat sunda dapat dilihat dalam pandangan-pandangan hidupnya yang terlukis dalam hasil dan aktivitas budayanya terutama di dalam karya sastra dan upacara tradisi, serta sikap hidup sehari-hari masyarakatnya. Pada prosa, corak keagamaan tampak dalam roman-roman sunda karya Mohammad Ambri yang banyak melukiskan kehidupan masyarakat pedesaan dan pesantren yang sarat dengan nafas keagamaan. Bahasa sunda sebagai salah satu unsur budaya yang digunakan sebagai media komunikasi dalam hidup bermasyarakat sunda ternyata tidak dapat dilepaskan dari pengaruh kebudayaan jawa yang dibawa oleh tentara kerajaan mataram di bawah sultan agung ketika menduduki kerajaan-kerajaan sunda pada abad ke-17. Hubungan yang erat antara masyarakat sunda dengan masyarakat jawa  dalam sejarahnya telah berusia ratusan tahun karena keduanya berada dalam satu pulau jawa. Corak keagamaan masyarakat sunda juga dudukung oleh relitas budaya banyaknya pondok pesantren dan pusat-pusat aktivitas Islam yang bertebaran di berbagai tempat. Berdasarkan uraian mengenai latar sosial budaya masyarakat sunda di atas dapat dikemukakan, bahwa kehidupan masyarakat sunda bernafaskan agama (Islam).











BAB III
WUJUD BANGUNAN NOVEL KELUARGA PERMANA

A.      Struktur Naratif
Struktur naratif menurut: Camamah-Soeratno merupakan perwujudan bentuk penyajian sestuatu atau beberapa peristiwa, sedangkan naratif dapat diartikan sebagai rangkaian peristiwa yang menjadi pokok pembicaraan dalam wacana dalam berbagai relasi yang mengaitkan peristiwa. Tujuan analisis struktur naratif adalah untuk memperoleh susunan teks baik susunan wacana maupun susunan cerita. Untuk memperoleh satuan isi cerita, analisis dapat dimulai dengan membagi teks ke dalam satuan-satuan makna yang membentuk satu sekuen atau rangkaian. Sekuen haruslah terpusat pada satu titik perhatian yang diamati merupakan objek yang tunggal dan yang sama. Sekuen harus mengurung suatu kurun waktu dan ruang yang koheren: sesuatu terjadi pada suatu tempat atau waktu tertentu.
1.         Urutan tekstual
Teks KP terdiri atas 24 bab, dan tiap bab tidak diberi judul. Urutan tekstual ini menunjukkan pemilihan teks dalam sekuen yang ditandai dengan angka arab. Secara tekstual KP terdiri atas 24 bab. Namun setelah dilakukan analisis sekuen berdasarkan unit naratif, dapat diperoleh sekuen wacana yang lain. Berdasarkan urutan sekuen urutan wacana KP secara garis besar terbagi dalam dua kategori latar waku, yakni masa kini dan masa lalu. Melaui analisis penentuan sekuen, antara cerita masa kini dengan masa lalu tidak diberi ciri khusus atau judul tertentu.
2.         Urutan kronologis
Urutan kronologis diperoleh setelah ditentukan sekuen. Serangkaian sekuen itu menunjukkan bahwa urutan wacana mendukung penentuan urutan kronologis, keduanya sangat berkaitan erat. Dalam urutan kronologis masa lalu bahwa struktur KP itu kompleks, di dalamnya terkandung sekuen-sekuen sebagai urutan tekstual. Hubungan sekuen-sekuen masa kini dengan masa lalu terjadi melalui ingatan, kenangan akan kesedihan, penyesalan dan sebagainya. Urutan kronologis merupakan hubungan antar sekuen yang didasarkan pada peristiwa kausalitas atau sebab akibat.
B.       Penokohan
Kehadiran tokoh dapat dilihat dari berbagai cara yakni cara analitis, cara dramatik, dan kombinasi keduanya. Tokoh merupakan bagian atau unsur dari suatu keutuhan artistik yakni karya sastra, yang seharusnya selalu menunjang keutuhan artistik itu. Berikut akan dipaparkan analisis tokoh-tokoh KP.
1.         Farida (ida)
Ida disebut tokoh utama bukan semata-mata Ida adalah anak keluarga Permana yang menjadi judul novel ini, melainkan karena fungsi sentralnya dalam keseluruhan struktur KP. Secara fisiologis, Ida dilukiskan sebagai mojang Priangan yang mempunyai kondisi fisik yang menarik dan mempesona. Kehadiran Sumarto benar-benar membawa perubahan sikap Ida. Jiwa Ida yang gersang akan kasih sayang akabat situasi rumahnya yang kacau, membuat Ida mudah jatuh cinta kepada pemuda Sumarto yang membuat Ida untuk pindah agama menjadi Katolik. Sebagai pelajar SMA, Ida dilukiskan sebagai siswa awam, tidak aktif dalam kegiatan organisasi intra dan ekstra sekolah. Sekalipun keyakinan Islam Ida jauh dari mendalam, Ida merasakan perbedaan agamanya dengan Sumarto sebagai sandungan baginya karena Sumarto menghendaki Ida sebagai katolik.
2.         Sumarto
Dari namanya, Sumarto telah membayangkan asalnya dari Jawa, tepatnya Yogyakarta. Ia membuat Ida serasa terlepas dari kungkungan kekejaman di rumahnya. Kehamilan Ida akibat “kesembronoan” Sumarto mendatangkan serangkaian malapetaka yang menimpa Ida dan keluarganya. Sumarto adalah mahasiswa sebuah perguruan tinggi yang kuliah sambil bekerja. Dia berasal dari kalangan menengah, anak seorang administratur perkebunan berasal dari Yogyakarta. Agama Katolik yang ditanamkan orang tuanya tertancap kuat. Bahkan sejak kecil dia akrab dengan pastor Murdiono. Sikap tegas Sumarto dalam masalah agama ini berperan untuk mengukuhkannya sebagai pihak yang menang dalam hal perpindahan agama itu.  
3.         Permana
Permana kecewa berat ketika dia diberhentikan dari pekerjaannya karena tuduhan korupsi. Menganggur membuat permana manjadi pecemburu di samping kejam. Perasaan rendah diri membuatnya merasa terhina. Permana tidak lagi bertindak kejam terhadap Ida yang sudah menderita, melainkan mancari jalan untuk menggugurkan kandungan Ida guna menjaga nama baik keluarga. Sikap permana ini tidak lepas dari kesadaran dan perasaan bersalahnya kepada Ida pada masa lalu. Semula Permana dilukiskan mempunyai sikap tegas dalam hal prinsip agama dan moral, meskipun imannya tidak dalam. Setelah Ida meninggal, permana akhirnya menyesali perbuatannya dan menyadari kesalahannya selama ini.
4.         Saleha (Eha)
Melihat kedudukannya sebagai istri Permana, dapat diduga bahwa Saleha hampir sebaya dengan Permana yakni mendekati setengah baya. Eha wanita yang amat sayang kepada anaknya, Ida, sekaligus bijaksana dalam menghadapi realitas. Eha sebenarnya tidak rela anaknya dibaptis menjadi katolik, kawin secara Katolik dan lebih-lebih dikuburkan secara Katolik. Sebagai isri, Eha yang bekerja untuk menggantikan posisi Permana dalam mencari nafkah berfungsi penting dalam menyulut konflik.
5.         Mang Ibrahim
Selaras dengan namanya Ibrahim dia dilukiskan sebagai tokoh tua yang taat beragama, berpandangan Islam radikal, garis keras, dan tegas dalam prinsip agama. Ibrahim berpikiran radikal bukan tidak beralasan. Sikapnya dilandasi oleh alasan yang mendasar. Sikap radikalnya juga tampak ketika ia menghadiri upacara pemakaman jenazah Ida. Ibrahim tidak mau mengantar jenazah cucunya yang sudah dibaptis ke kuburan pandu (kristen)
6.         Saifuddin
Saifuddin adalah tokoh yang lebih muda dari pada Permana atau Saleha. Tokoh yang pandangan Islamnya luas dan bijaksana ini dilukiskan sebagai orang yang dapat memahami kondisi yang berkembang dalam masyarakat majemuk.
7.         Pastur Murdiono
Murdiono merupakan tokoh dari kalangan Katolik. Murdioo dilukiskan memiliki sikap ramah, lemah lembut dan pandai meneduhkan hati dan pikiran orang serta pandai menghibur orang yang dalam kesulitan. Murdiono sudah lama dikenal Sumarto, bahkan ketika masih kecil di Yogyakarta maka dapat diduga bahwa Murdiono setidak-tidaknya adalah tokoh setengah baya.
C.       Latar
1.         Unsur Ruang
Secara keseluruhan cerita dalam KP terjadi di wiayah Jawa Barat atau Pasundan, tepatnya di Bandung. Seain itu Yogyakarta digunakan sebagai ilustrasi mengenai latar belakang masa kecil tokoh tertentu (Sumarto).
2.         Unsur waktu
Latar waktu dalam KP adalah masa para pegawai masih banyak yang menggunakan pakaian seragam dengan bahan dril. Secara garis besar ada dua periode waktu dalam KP yakni masa kini dan masa lalu.
3.         Unsur Sosial
Persoalan pokok KP adalah dimensi sosial keagamaan khususnya benturan sosial dalam kehidupan antar umat beragama. Latar belakang kehidupan Permana yang pegawai kemudian diberhentikan tanpa melalui prosedur hukum yang berlaku, membuat Permana frustasi. Ida yang sejak kecil mengenyam ajaran Islam, hatinya tidak iklas ketika dirinya dibaptis oleh pastor Murdiono.
BAB IV
PEMAHAMAN MAKNA DIMENSI SOSIAL KEAGAMAAN DALAM NOVEL KELUARGA PERMANA

Dimensi  sosial keagamaan merupakan salah satu benang merah yang tampak menonjol dalam KP. Keagamaan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan tata keimanan/keyakinan, tata peribadatan kepada Tuhan, dan kaidah mengenai hubungan manusia dengan sesama manusia dan alam.
A.      Dimensi Sosial Keagamaan dalam Keluarga Permana
KP merupakan novel yang mengungkapkan realitas sosial, yang merupakan tanggapan pengarang terhadap lingkungannya. Masalah sosial keagamaan khususnya perpindahan agama merupakan permasalahan yang tampak dominan dalam KP dengan latar belakang sosial ekonomi.
1.         Perpindahan agama sebagai sumber konflik sosial
Gagasan-gagasan mengenai perpindahan agama itu dalam KP tersebar dalam jainan cerita, dan tampak dominan mewarnai berbagai peristiwa.
a.         Perkawinan campuran Islam-Katolik
Perkawinan campuran, di dalam KP antara keluarga Islam dengan Katolik, bahkan mempelai perempuan (Ida) mengalami perpindahan agama dari Islam ke Katolik dalam masyarakat Indonesia yang dikenal religius ternyata cenderung menimbulkan berbagai ketegangan dan konflik sosial. Ketegangan makin menjadi-jadi ketika pastor Murdiono lewat di depan kelompok masyarakat Islam yang dikomandani Mang Ibrahim, seorang tokoh Islam yang radikal.
b.        Upacara pembabtisan
Dalam KP perpindahan agama yang secara formal ditandai dengan upacara pembaptisan di gereja itu dilakukannya karena adanya tekanan dari calon suaminya. Pembabtisan Ida juga menimbulkan konflik di dalam keluarga, khususnya ayah dan ibunya.
c.         Upacara pemakan jenazah yang meresahkan
Konflik sosial sudah mulai timbul sejak di rumah sakit ketika seorang perawat usai menuntun Ida membaca kalimat syahadat. Tiba-tiba keluarga Surono, termasuk Sutarmi dan Sumarto yang datang sebagai keluarga Ida melakukan sembahyang dan mendoa secara Katolik. Nilai yang juga menarik adalah upacara pemakaman jenazah yang dilaksanakan secara katolik yang berlangsung di tengah keluarga dan masyarakat Muslim.
2.         Pengembangan agama pada umat beragama
Dalam KP pengembangan agama pada umat beragama digambarkan dengan adanya tekanan jika bukan paksaan, melalui perkawinan. KP menyajikan masalah pengembangan agama terhadap umat beragama dalam suatu jalinan cerita.
3.         Krisis ketakwaan sebagai sumber masalah sosial
Nilai yang tak kalah pentingnya dalam KP, adalah krisis ketakwaan sebagai sumber terjadinya masalah sosial dalam kehidupan masyarakat.
a.         Korupsi dan memperkaya diri
Dalam KP, tokoh Permana yang menjadi “korban” adanya perbuatan korupsi orang besar atasannya, korupsi dan masalah sosial lainnya berperan sebagai latar cerita dan merupakan salah satu bentuk perilaku tokoh yang tidak memegang agama sebagai pegangan hiidupnya. Korupsi dalam KP dilukiskan bukan semata-mata karena adanya kekurangan atau kelemahan ekonomi, melainkan sudah menjadi semacam budaya yang umum.
b.        Penyalahgunaan jabatan
Dalam KP korupsi digunakan sebagai latar dan pendukung terhadap gagasan lain yakni adanya penyalahgunaan jabatan ataupun penyelewengan hukum. Kasus yang dialami Permana, dia yang diberhentikan dari pekerjaannya disebuah pabrik tekstil milik negara karena ‘dituduh’ korupsi, sebenarnya dapat mengadukan permasalahannya kepada pajabat yang lebih tinggi strukturnya dari pada atasan langsungnya.
c.         Dekadensi moral remaja dan kawin paksa versi modern
Dekadensi moral dan kawin paksa versi modern yang dideskripsikan melalui tokoh Ida dan Sumarto itu terjadi bukan semata-mata dilihat dalam perspektif sosiologis, melainkan disoroti juga dari kacamata moral dan agama.
4.         Zina dan aborsi: Fenomena pelanggaran etika sosial dan agama
Dalam KP arbosi dilakukan karena adanya hubungan pranikah, meskipun dalam realitas sosial aborsi sering juga dilakukan oleh wanita bersuami. Aborsi yang dialami Ida dalam KP dilakukan atas prakarsa ayah ibunya, KP memberikan ilustrasi bahwa para anak muda zaman sekarang umumnya tidak malu-malu lagi berhubungan seks pranikah.
5.         Peran agama dalam rumah tangga dan perilaku anak
Dalam KP, gagalnya pendidikan agama pada anak dalam keluarga disoroti dengan tajam lewat Permana dan Saleha (orang tua) dan Ida (anak). Agama, yang seharusnya ditanamkan orang tua kepada anak sejak masih kecil guna membentuk kepribadian dan mental anak yang agamis, agar ketaqwaan dalam seluruh gerak hidupnya tercermin, tidak dilakukan oleh Permana dan Saleha.
6.         Iman sebagai pengendali diri
Apa yang menimpa Permana tidak lain adalah cobaan hidup yang datang dari Tuhan, sebab sebenarnya segala macam yang terjadi dalam kehidupan manusia dapat dipandang sebagai cobaan Tuhan. Permana salah dalam menyikapi cobaan hidup atau keadaannya, membuat dirinya yang berstatus sebagai kepala keluarga merasa kehilangan harga diri sehingga perasaan rendah diri timbul dan menderanya.
7.      Agama sebagai pedoman meraih kebahagiaan
Berbagai peristiwa yang terjadi dalam KP yang dialami oleh para tokoh berkaitan dengan peran agama sebagai pegangan manusia dalam menempuh kehidupannya. Gugatan Permana pada dirinya dapat diduga merupakan simbolisasi gugatan Ramadhan terhadap orang-orang yang tidak menjadikan agama sebagai pedoman hidupnya. Bagi orang yang beragama kuat, kesukaran dan penderitaan yang dihadapi betapapun besarnya akan diterimanya dengan sabar dan tabah.
B.       Realitas sosial budaya Indonesia 1960/ 1970-an dan Keluarga Permana
KP sebagai produk masyarakat mencerminkan situasi dan cita-cita masyarakat pada suatu zaman. KP lahir dari tangan Ramadhan sebagai anggota masyarakat atas desakan-desakan emosional dan rasional masyarakat yang melahirkannya. Salah satu hal yang konkret sebagai efek modernisasi industrialisasi adalah timbulnya korupsi. Menurut Huntington ada tiga penyebab modernisasi menyuburkan korupsi yaitu, modernisasi menawarkan nilai-nilai baru yang lebih rasional ketimbang nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tradisional, dengan dibukanya sektor industri salah satu elemen pokok modernisasi dan ditambah masuknya modal asing, maka muncullah sumber-sumber kekayaan baru, modernisasi melahirkan korupsi karena terjadinya perubahan sistem politik, terutama negara yang baru saja merdeka. Menyadari akan adanya bayang-bayang gaya hidup sekuler yang diakibatkan oleh modernisasi dengan membanjirnya nilai-nilai baru sehingga nilai tradisional atau lama mulai tercerabut, maka sejak Repelita I (1968-1973) bangsa Indonesia bertekad melaksanakan pembangunan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat secara merata dengan menciptakan keseimbangan, keselarasan dan keharmonisan antara pembangunan ekonomi dan fisik dengan pembangunan moral spiritual. Dilihat dari perspektif keagamaan, tokoh-tokoh Permana, Saleha, dan Ida adalah simbol dari konsep kelompok abangan, yakni orang Islam tetapi tidak taat menjalankan ajaran agama Islam. Masalah sosial dalam KP terkait erat dengan unsur keagamaan. Konflik sosial yang timbul dalam kehidupan masyarakat karena adanya perpindahan agama pada anggota umatnnya. Masalah pergaulan bebas pranikah (perzinaan) dan aborsi disoroti dengan tajam. Perzinaan dan aborsi tidak hanya dilihat dari perspektif kesehatan, baik kesegatan fisik maupun psikis, melainkan yang lebih penting disoroti sebagai fenomena sosial budaya yakni makin mengendornya nilai-nilai moral dan agama. Berbagai peristiwa yang terjadi di Indonesia pada akhir periode 1960-an hingga awal 1970-an dan unsur tekstual yang terlihat dalam KP, tampak menunjukkan adanya kemiripan. Berdasarkan analisis maka dimensi sosial keagamaan dalam KP yang dipaparkan di atas, tampaklah bahwa aspek sosial muncul dalam berbagai peristiwa dan tersebar dalam jalinan cerita, terkait dengan penghayatan keagamaan para tokoh.



















BAB V
PENCERAHAN BATIN: CATATAN AKHIR


Dari analisis struktur bangunan novel Keluarga Permana dengan pendekatan strukturalisme dapat disimpulkan bahwa novel Keluarga Permana memiliki unsur-unsur yang secara fungsional saling mendukung satu dengan lainnya. Dari analisis makna dengan pendekatan Semiotik dan Interteks dapat disimpulkan bahwa novel Keluarga Permana mengungkapkan dimensi sosial keagamaan sebagai gagasan utama dalam alur cerita yang kompleks namun tetap lancar. Dalam peristiwa perpindahan agama, terlihat adanya usaha pengembangan agama (dakwah) pada umat yang sudah beragama yang tidak dapat dibenarkan. Dari kajian interteks dapat disimpulkan bahwa makna novel Keluarga Permana sebagai karya transformasi hanya dapat dipahami secara utuh bila dikaitkan dengan hipogramnya yakni karya Ramadhan sebelumnya yakni novel Kemelut Hidup, lalu Pedoman Dasar Kerukunan Hidup Beragama, teks Al-Qur’an dan Al-Hadits, serta latar sosial budaya Indonesia pada sekitar paroh kedua dekade 1960-an hingga dekade 1970-an.